Masih dalam momen milad Sayyidah Fatimah Azzahra as, Yayasan Dana Mustadhafin menyelenggarakan short course dengan tema “Khumus dan Masyarakat Mahdawi”
Acara terlaksana pada tanggal 26 Januari 2022 di Aula Siddiqah Zahra. Ada dua narasumber yang memaparkan materinya, yaitu Ustad Yusuf Anas dan Ustad Abdullah Beik, dan sebagai moderator adalah Ustad Muhammad Ilyas.
Berangkat dari Surah Al-Anfal ayat 41, Ustad Ilyas membuka acara. Pada surah ke-8 ini, menyinggung pembagian seperlima dari harta rampasan perang, dari ayat ini ada kata khumus yang berarti seperlima.
Baca juga: Makna dan Hukum Khumus
Ustad Yusuf Anas dalam pemaparannya memberikan pengantar tentang hal mendasar dari kebenaran dan realitas. Manusia itu harus saling memotivasi, saling menguatkan sehingga tidak ada yang lemah, terus bergerak sehingga tidak ada yang tertinggal. Maka keadilan pun bisa tegak, dan hal itu ada dalam agama tauhid.
Orang-orang yang bertauhid dalam perkara khumus, mereka sangat peduli, dan itu adalah komitmen mereka kepada Imam, sehingga terbangun ciri masyarakat Mahdawiyah, bahkan terlepas dari sifat kikir dan baqil, dan juga tentu saja memiliki sifat itsar atau berkorban yang sangat tinggi.
Sempat juga disinggung tentang kapan waktu munculnya Imam Zaman. Ternyata kemunculan Imam memiliki syarat, yaitu tercukupinya para penolong atau orang-orang yang bertauhid seperti yang digambarkan di atas, tercukupinya orang-orang dengan sifat itsar yang tinggi. Maka dengan demikian, agar semakin mendekatkan zuhurnya Imam Zaman, maka seseorang harus lebih menambah komitmen dan kejelasannya sebagai pengikutnya, yaitu melaksanakan tugas-tugas dan kewajibannya sebagai makmum.
Baca juga: Bagaimana Hitung Khumus dan Bayarnya?
Pada sesi berikutnya, Ustad Abdullah Beik mengawali pemaparannya tentang sebuah pertanyaan besar, yaitu apa bedanya para pengikut Imam Mahdi atau komunitas Ahlulbait ini dengan saudara muslim lainnya?
Sebelum masuk pada penjelasan, perbedaan itu mungkin pada kebanyakan orang akan menjawab perbedaannya pada tata cara shalat, puasa dan ibadah lainnya. Atau bahkan perbedaan itu adalah pada pelaksanaan haul dan milad para Imam, serta pada peringatan Asyura atau kesyahidan Imam Husain dan juga arbain.
Kemudian Ustad Abdullah Beik menjelaskan bahwa yang membedakan secara substansial ada dua hal, yaitu 1) Kepemimpinan atau Imamah, dan 2) Khumus. Imamah bukan hanya konsep seperti yang sudah sering dipelajari, yaitu bahwa setelah Rasulullah ada Ahlulbait, namun saat ini, umat sedang menjalaninya, artinya saat ini para pengikut sedang menjalani kepemimpinan Imam Mahdi.
Imam Mahdi adalah seorang Imam, dan kita semua adalah makmunnya yang berarti kita semua juga adalah pengikutnya. Inilah perbedaan substansial.
Kemudian seperti yang disinggung dalam surah Al-Anfal, kewajiban Khumus para pengikut Imam dilakukan karena disitu ada hak Imam dan Rasul, dan ini hal yang sangat penting bagi para pengikut Ahlulbait, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Ahlulbait.
Namun sayangnya, perkara yang jelas ini masih saja dihalang-halangi oleh setan dan iblis yang tak pernah diam, mereka berusaha terus memisahkan kita dengan Imam. Dengan berbagai cara mereka lakukan, baik secara pemikiran hingga ada sekelompok yang bernama Al-Yamani yang ikut andil dalam kekacauan ini, sehingga harapannya adalah terjadi keraguan para pengikut Ahlulbait.
Kewajiban khumus itu sangat besar perannya dalam pembiayaan pementasan kemiskinan dan juga meningkatkan kualitas masyarakat ahlulbait. Contohnya yang terjadi di Iran, tidak kurang dari 200 ribu orang Iran yang sedang belajar ilmu agama, baik dari tingkat paling bawah hingga mustajhid, semuanya itu dibiayai dari uang khumus. Dan bahkan tidak kurang dari 100 ribu pelajar asing yang datang ke Qom, semua itu dibiayai dari uang khumus.
Jika khumus lancar dan tercukupi, maka banyak masalah yang tidak jalan bisa beroperasi, akan banyak sumber daya manusia yang meraih tingkat pendidikan yang tinggi. Maka dengan demikian khumus sangat perlu disosialisasikan. Dan khumus adalah kewajiban yang ada dalam Quran yang disepakati kaum muslimin, meskipun ada perbedaan pandangan di antara kaum muslimin.
Jelang-jelang akhir pemaparannya, Ustad Abdullah Beik merinci tentang rumusan khumus atau 20 persen dari harta atau barang-barang yang didapatkan dari aktivitas seperti penambangan ataupun ghanimah, termasuk soal harta karun yang juga punya kewajiban khumusnya.
Hingga pada sesi tanya jawab, persoalan-persoalan teknis perhitungan pembayaran khuumus pun masih menjadi pertanyaan yang hangat. Untuk lebih jelasnya tentang khumus, pembaca bisa langsung menghubungi Yayasan Dana Mustadhafin.
Dana Mustadhafin
Comments