Kematian adalah perjalanan yang pasti dilalui oleh semua manusia. Mereka tidak bisa menghindarinya. Allah Swt berfirman: Tiap-tiap yang berjiwa pasti mati.... (QS. Ali Imran: 185). Perjalanan yang pasti dilalui itu mengisyaratkan kepada kita bahwa diri kita diselimuti berbagai rahasia dan misteri. Sampai hari ini, ilmu pengetahuan belum dapat memahami esensi kehidupan dan kematian. Yang bisa dilakukan oleh ilmu pengetahuan hanyalah menjauhkan sebagian sebab-sebab kematian dari manusia; misalnya, penemuan berbagai bakteri penyakit, serum yang dapat menjaga dan menolak penyakit, serta pembasmian penyakit menular dan sebagainya.
Sayangnya, setiap kajian yang dilakukan untuk memperpanjang umur manusia hanya berkisar pada pencegahan penyakit dan pengobatannya, baik yang menyangkut penyakit saraf maupun penyakit jiwa. Akan tetapi, semua kajian itu sama sekali tidak dapat mengusik pengaruh perilaku manusia terhadap panjang umurnya, atau mengutik-utik pengaruh dosa yang dilakukan manusia terhadap berkurangnya umur.
Semua itu kembali kepada perilaku ilmu pengetahuan itu sendiri yang membatasi dirinya yang hanya berkutat pada tabung-tabung penelitian, dan kajian sebab-akibat yang sifatnya materil, serta mengabaikan semua hal yang tidak masuk ke dalam kerangka indrawi dan percobaan yang berdasarkan sebab-akibat tersebut. Akibat kerangka pemikiran yang sempit itu, hubungan sebab-akibatnya tidak dapat dipahami dan tidak masuk akal. Misalnya, hubungan antara kebohongan, dan memutuskan silaturahmi dengan berkurangnya umur. Begitu pula hubungan antara kejujuran dan silaturahmi dengan panjangnya umur.
Hubungan sebab-akibat seperti itu tidak mungkin masuk dalam kerangka uji-coba penelitian materil, karena hubungan tersebut berkaitan dengan hal-hal gaib yang disampaikan kepada kita melalui riwayat-riwayat yang bersumber dari wahyu Ilahi. Patut disebutkan pula di sini bahwa para ilmuwan mengakui kesempitan jangkauan ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari kerangka indrawi dan percobaan sebab-akibat. Mereka menyatakan bahwa dunia yang mereka ketahui melalui indra dan percobaan berdasarkan sebab-akibat materialistik adalah kecil, bahkan sangat kecil dibandingkan dengan dunia-dunia lain yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Sayangnya esensi alam itu belum bisa dijangkau oleh berbagai uji coba tersebut.
Arbery, seorang ilmuwan lnggris mengatakan: “Pengetahuan kita bagaikan setetes air dan ketidaktahuan kita bagaikan samuderanya. Setiap kali tetes air itu membesar, maka setiap kali itu pula samudera akan semakin membesar.”
Bagaimanapun, semua ilmuwan sepakat mengenai keterbatasan ilmu pengetahuan manusia. Dan memang begitulah yang ditegaskan oleh Alquran: ...dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. (QS. Al-Isra: 85).
Kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Swt memilih para nabi untuk diutus kepada manusia agar menjelaskan kepada mereka jalan kebahagiaan, dan menunjukkan kepada mereka kebaikan, serta menjauhkan mereka dari malapetaka yang timbul di dalam masyarakat manusia karena berbagai sebab. Tindakan seperti itu dilakukan, karena ketidaktahuan umat manusia mengenai detil dan dimensi hal-hal yang membahayakan dan menguntungkannya. Oleh karena itu, manusia akan menghadapi berbagai macam kesulitan dan kerusakan jika dia menjauhi petunjuk para nabi. Dan begitu pula sebaliknya. Mereka akan meraih berbagai nikmat dan kebahagiaan yang hakiki bila mengikuti petunjuk para nabi. Nash-nash berikut ini menegaskan tentang adanya keterkaitan tersebut.
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.... (QS. Asy-Syura: 30).
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.... (QS. Al-Mukmin: 42)
Diriwayatkan dari Sayidina Ja'far Shadiq bahwa beliau mengatakan: “Orang yang mati karena dosanya adalah lebih banyak dibanding orang yang mati karena memang ajalnya sudah tiba.”
Adapun hal-hal yang ada kaitannya dengan pengaruh amal kebaikan terhadap kebahagiaan manusia, telah diriwayatkan juga dari Sayidina Ja'far Shadiq: “Orang yang dapat hidup dengan kebaikan yang dilakukannya adalah lebih banyak daripada orang yang hidup karena jatah umurnya.”
Dilihat dari riwayat-riwayat tersebut tampak bahwa manusia memiliki dua macam ajal. Pertama, ajal yang pasti, yaitu kematian manusia yang betul-betul tiba, dan dia tidak bisa menghindar darinya, dan kedua, ajal yang ditangguhkan (mawquf) atau bersyarat (mu'allaq), di mana ajal dapat ditunda dengan berdoa atau bersedekah. Bahkan, takdir-takdir kita yang lain pun banyak yang mirip bentuknya dengan hal di atas, yaitu diubahnya takdir kita akibat amal perbuatan yang kita lakukan.
Pernah seorang bertanya kepada Sayidina Muhammad Baqir tentang firman Allah: Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi satu ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya.... (QS. al-An’am: 2)
Beliau mengatakan: “Yaitu dua ajal. Pertama, ajal yang pasti yang telah dijatuhkan temponya (hatmiy) dan ajal yang ditangguhkan (mawquf).”
*Disarikan dari buku karya Hasyim Rasuli al-Mahallati - Akibat Dosa
Dana Mustadhafin #PedulidanTerpercaya
Comments