top of page

Perbedaan antara Khumus dan Zakat


Pertama, zakat adalah mengeluarkan sebagian harta dalam upaya membersihkan dan mengembangkan harta kekayaan itu. Sedangkan khumus adalah seperlima yang wajib dikeluarkan dari keuntungan, karena merupakan hak orang-orang yang telah disebutkan Allah bagian-bagiannya.


Kedua, zakat memiliki nishab tertentu. Sedangkan khumus tidak, kecuali dalam beberapa hal seperti ghaus dan kanz [harta karun].


Ketiga, zakat terbatas pada:

-Zakat an’am (ternak) seperti unta, sapi, dan kambing.

-Zakat naqd; emas dan perak (zakat naqd).

-Zakat ghulat, yakni gandum, kurma, dan anggur kering.

Selain sembilan harta tersebut zakat tidak wajib hukumnya, tetapi wajib khumus.



Keempat, zakat boleh diberikan langsung kepada setiap yang miskin. Sedangkan khumus khusus hak Allah, Rasul, dan keluarganya, karena mereka telah diharamkan menerima zakat, dan sebagai gantinya mereka mendapatkan khumus.


Orang yang telah mengeluarkan zakat, dia tetap berkewajiban mengeluarkan khumus. Bagi yang tidak mengeluarkan khumus dari setiap keuntungan yang mereka dapatkan, maka mereka termasuk orang-orang yang menzalimi hak Rasuullah Saw dan keluarganya.


Imam Ja’far ash-Shadiq a.s. berkata: “Sesungguhnya tiada Tuhan selain Dia, ketika mengharamkan kami menerima sedekah, maka Allah menurunkan khumus bagi kami. Haram bagi kami menerima sedekah sedang khumus bagi kami wajib dan kehormatan bagi kami halal.”



Dalam riwayat lain Imam Shadiq a.s. mengatakan: “Tidak ada alasan bagi seorang hamba yang membeli sesuatu dari khumus lalu berkata ‘Ya Rabbi, saya beli dengan hartaku sendiri’ sehingga orang tersebut mendapat izin dari dari pemilik khumus.”


Orang yang menggunakan hasil keuntungannya sebelum dikeluarkan khumusnya, berarti dia telah menzalimi hak orang lain, dan sesuatu yang dia beli dengan uang tersebut, haram hukumnya untuk beribadah.


Tiga bagian khumus yang pertama (untuk Allah, Nabi, dan Imam) harus diberikan kepada hakim syar’i atau kepada marja’ yang ditaklidinya, atau dikelola untuk kepentingan lain tapi harus dengan izin hakim syar’i atau marja’ taqlid tersebut.



Sedang tiga bagian yang untuk anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil dari orang-orang yang ayahnya berhubungan nasab dengan Abdul Muththalib yang mereka beriman kepada Allah Swt, bukan ahli maksiat, dapat dikeluarkan dan diberikan kepada mereka yang berhak secara langsung, tetapi tetap dengan catatan mendapat izin dari seorang hakim syar’i atau marja atau wakilnya yang mendapat mandat [dari marja].


Lantas siapakah yang berhak mengelola khumus di negara kita? Ada beberapa orang yang berhak menerima dan mengelola khumus di negara kita ini. Di antaranya adalah lembaga-lembaga yang mendapat lisensi (izin) langsung dari marja (mujtahid) dalam pengelolaan khumus. Persoalannya bukan siapa yang siap menerima dan mengelola khumus tapi siapakah yang mengeluarkan khumusnya.


*Disarikan dari nurmadinah.com yang diadaptasi dari Tafsir Al-Mizan dan Tahrir Al-Wasilah karya Imam Khomeini

Opmerkingen


bottom of page