top of page

Pentingnya Pendidikan di Fase Tujuh Tahun Kedua bagi Anak


Pada fase tujuh tahun kedua, adanya perkembangan daya pikir dan ketajaman daya ingat anak menjadikan masa ini masa yang paling penting untuk mendidik anak, khususnya pendidikan yang berkaitan dengan agama dan adab-adab keislaman. Pendidikan, yang pada masa ini dilakukan oleh pendidik di sekolah dan orang tua di rumah, hendaknya berjalan secara serasi dan terdapat saling kerja sama di antara keduanya karena hal ini akan secara bertahap membentuk kepribadian anak di masa-masa mendatang.



Seluruh gerak, pikiran, perbuatan, dan pengendalian emosi serta rasa kasih sayang yang dimiliki oleh seseorang pada masa dewasanya berkaitan erat dengan pengarahan dan pendidikan serta pembatasan gerak pada masa tujuh tahun kedua ini. Hal itu karena tahapan kedua ini merupakan tahapan paling penting dalam pengembangan daya pikir, ketajaman ingatan, dan kecepatan dalam menentukan tindakan.


Pada masa ini, penyampaian adab dan akhlak Islami yang biasanya terdapat dalam hadis dan riwayat hendaknya dilakukan dengan cara yang jelas dan indah, misalnya dalam bentuk cerita yang menarik hati anak, sehingga anak bisa mengambil manfaat dan pelajaran dari cerita tersebut.



Perkataan-perkataan para nabi dan imam, dalam pikiran anak yang masih suci dan masih kosong dari hiruk-pikuk kemaksiatan, akan berpengaruh secara khusus dan kuat, terutama bagi pertumbuhan jiwa dan rohani anak. Ini bisa menyebabkan munculnya sifat-sifat yang terpuji dari diri anak. Dengan kata lain, bisa dikatakan bahwa apabila cara-cara seperti tersebut dilakukan dari permulaan masa pendidikan hingga berakhirnya masa tujuh tahun kedua ini, maka ia akan mampu membawa anak­anak pada masa pra-remaja untuk mengenali sekaligus mempraktikkan bagian-bagian yang penting, yang harus dilakukan, dari adab­adab kehidupan yang diatur di dalam Islam.


Bagian-bagian penting yang bisa dijadikan sebagai bahan yang serius dari pelajaran untuk para remaja adalah sebagai berikut:

  1. Pengucapan salam.

  2. Pengucapan basmalah pada setiap permulaan pekerjaan.

  3. Kedisiplinan dan keteraturan.

  4. Kebersihan dan kesucian.

  5. Penghormatan kepada ayah dan ibu serta orang-orang yang lebih tua daripadanya.

  6. Tata cara makan dan minum.

  7. Tata cara berbicara.

  8. Tata cara tidur.

  9. Tata cara bermusyawarah dengan orang lain.

  10. Perhatian terhadap hak-hak orang lain.

  11. Pengenalan wudu dan cara-cara pelaksanaannya.

  12. Pengenalan mandi dan tata cara pelaksanaannya.

  13. Pengenalan salat dan cata-cara pelaksanaannya.

  14. Pengenalan puasa dan tata cara pelaksanaannya.

  15. Cara membaca Alquran.

  16. Cara bepergian.

  17. Pengenalan tata cara berteman.

Perhatian yang diberikan secara serius terhadap hal-hal di atas akan bisa menghasilkan akhlak yang terpuji dari dalam diri anak dan akhlak yang tercela akan hilang darinya. Hal ini termasuk salah satu tujuan pendidikan pada masa ini, yaitu berusaha memperkenalkan akhlak-akhlak yang terpuji dan menghilangkan akhlak-akhlak yang tercela.



Akan tetapi, haruslah diingat bahwa apa yang akan diajarkan (yang meliputi adab dan akhlak) hendaklah dilakukan secara bersamaan antara teori dengan praktiknya. Tentu saja hal ini harus dimulai dari pihak orang tua dan pendidik. Karena tanpa adanya contoh dari mereka, hal tersebut tidak akan membawa pengaruh sama sekali dalam diri anak. Sebagian akhlak-akhlak yang bisa diperkuat lagi pada masa tujuh tahun kedua ini antara lain sebagai berikut.

  1. Kebenaran dalam berbicara.

  2. Menghindarkan diri dari dengki dan iri hati.

  3. Tidak semena-mena terhadap sesama.

  4. Melakukan perbuatan yang baik dan membantu sesama.

  5. Tidak mencaci.

  6. Tidak melakukan gosip dan fitnah.

  7. Tidak berlebih-lebihan.

  8. Menepati janji.

  9. Penyayang.

  10. Murah hati.

  11. Pemaaf.

  12. Mengingat Allah pada setiap kesempatan.

Dengan memperhatikan bahwa anak­anak pra-remaja, pada masa ini, betul-betul berada di bawah pengaruh para guru atau pendidiknya dan meneladani sifat-sifat mereka, maka orang tua harus bijaksana dalam bersikap. Artinya, orang tua harus berusaha untuk senantiasa menjaga kehormatan pendidik di hadapan anak-anak.


Jangan sekali-kali merendahkan kedudukan dan kehormatan pendidik di hadapan mereka karena akan membawa dampak yang buruk, yakni anak akan menganggap remeh kedudukan guru atau pendidik sehingga pelajaran-pelajaran yang diberikan pun tidak dianggap penting oleh anak.


Di sisi lain, tentunya para pendidik juga harus memperhatikan bahwa keberhasilan anak dalam pelajaran sekolah sebenarnya bergantung pula kepada kecakapan dan kemahiran mereka dalam mengajar dan mendidik anak serta pengetahuan mereka yang cukup dalam ilmu psikologi anak. Jika hal ini mereka terapkan dalam sistem belajar mengajar, maka hubungan yang akrab dan penuh kasih sayang antara murid dan pendidik akan tercipta ini dikarenakan pendidik memahami psikologis anak yang senantiasa membutuhkan perhatian dan kasih sayang, bukannya perintah, bentakan, dan cacian.



Hal ini akan membantu mempermudah proses pemindahan dan pemasukan ilmu, informasi, dan kemahiran dari pendidik kepada murid, tiadanya rasa canggung dan takut bisa mengungkapkan persoalan­persoalan serta kesulitan-kesulitan dalam belajarnya kepada sang pendidik, yang dari sini pula nantinya akan memicu semangat anak dalam mencari informasi dan pengetahuan yang lebih banyak tanpa harus merasa khawatir akan adanya kesulitan­kesulitan yang menghalanginya karena yakin, ketika kesulitan berada di hadapannya, pasti akan ada yang senantiasa membantunya. *Reza Farhadian - Menjadi Orang Tua Pendidik

Comments


bottom of page