Dalam bahasa Arab, mengenal diri disebut ma’rifatun nafs yang berarti pengetahuan tentang diri kita. Pengenalan diri berurusan dengan suatu aspek lain dari wujud kita. Ia tidak berhubungan dengan pengertian fisik, melainkan berurusan dengan dimensi rohani dari kehidupan kita.
Bila kita bicara tentang berbagai dimensi rohani dan tentang wujud kita, kita tak boleh lupa bahwa manusia berbeda secara mendasar dengan makhluk lain. Ada banyak ayat Alquran yang merinci pentingnya ma'rifatun nafs. Salah satu dari ayat-ayat itu terdapat dalam surah al-Hasyr, di mana Allah berfirman: Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. al-Hasyr: 19)
Baca juga Tidak Ada Ketenangan Kecuali dengan Iman
Di sini Allah Swt mengatakan bahwa melupakan-Nya menyebabkan kita melupakan diri kita sendiri, dan pada akhirnya membawa kita kepada kesesatan. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa dengan bersungguh-sungguh mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.” (Ghurar al-Hikam)
Hadis ini menyiratkan bahwa pengenalan diri meliputi pengetahuan tentang Tuhan pula. Dan seperti itu pula, orang yang melupakan Tuhannya, akan melupakan dirinya pula. Apabila seseorang bertekad untuk mempelajari Tuhannya, maka jalan terbaik untuk melaksanakan tugas itu adalah mempelajari dirinya.
Dalam ayat lain Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tidaklah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. ( QS. al-Ma'idah: 105)
Baca juga Penyebab Berubahnya Takdir Manusia
Pada ayat ini Allah mengatakan kepada kita untuk berhati-hati terhadap diri kita sendiri dan memperhatikan diri kita. Jadi, kita harus berhati-hati tentang roh kita, bahwa kita harus sadar penyakitpenyakit jiwa kita, dan bagaimana menyembuhkannya. Dari sini kita pahami bahwa kewajiban kita yang pertama adalah menjaga rohani kita.
Kadang-kadang mungkin timbul suatu pertanyaan tentang hubungan antara kaum mukmin dan masyarakat. Apakah ayat di atas berarti kita harus memfokuskan perhatian pada diri kita dan tidak memperhatikan masyarakat?
Untuk menjawab pertanyaan ini marilah kita lihat apa kata Allamah Thabathabai tentang topik ini dalam karya agungnya Tafsir al-Mizan menerangkan bahwa yang dimaksud di sini ialah bahwa kita harus berhatihati tentang diri kita, dan mengenal kewajiban sosial dan pribadi kita, sehingga kita pun dapat bertanggung jawab secara sosial.
Baca juga Tugas dan Tanggung Jawab Kemanusiaan
Dari semua ini, jelaslah bagi kita bahwa kaum muslim didesak untuk tidak memfokuskan pada jiwa mereka saja dengan mengesampingkan dunia fisik yang material; dan sebaliknya, tidak berpikir bahwa hanya dunia material saja yang penting. Di India, misalnya, ada orang yang berusaha memperbesar kekuatan jiwanya untuk memungkinkannya melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang dalam keadaan biasa tak akan mungkin dilakukan. Tetapi, dengan berbuat demikian, mereka kehilangan sentuhan pada kehidupan sehari-hari di bumi ini. Itu bukan yang diperintahkan kepada kaum muslim. Kita diajari bahwa kedua hal itu berjalan bergandengan dan saling mengisi sehingga seimbang.
Comentários