Alquran al-Karim dalam salah satu ayatnya mengatakan: “Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. at-Tahrim: 6)
Tentang hal ini Imam Ali bin Abi Thalib a.s. mengatakan: “Didiklah dengan baik dirimu, keluargamu, dan anak-anakmu serta bimbinglah mereka [sehingga kamu terhindar dari api neraka].” (Tafsir al-Mizan, 19/689)
Seperti kita ketahui, hal paling penting yang kita hadapi pada masa ini adalah bagaimana dan seperti apa pendidikan yang bisa mengarahkan manusia ke arah yang berguna. Dalam pandangan Islam, pendidikan diberikan kepada manusia bukan hanya ketika telah terlahir ke dunia. Bahkan jauh sebelumnya, permasalahan tersebut telah diisyaratkan.
Baca juga Mendidik Anak dengan Keteladanan
Islam telah memberikan pokok-pokok dan metodologi untuk mencapai tujuan terbentuk dan terbimbingnya manusia dengan menemukan sisi-sisi teladan dari kepribadiannya yang bisa ditumbuhkembangkan dalam tahapan-tahapan kehidupan selanjutnya. Metodologi ini meliputi aturan-aturan kehidupan sebelum kelahiran, yaitu tahapan sebelum terbentuknya sebuah keluarga dan juga aturan-aturan kehidupan setelah pernikahan (sesudah terbentuknya sebuah keluarga) hingga terlahirnya seorang bayi.
Mulai dari pemilihan pasangan hidup, landasan terbentuknya keluarga (landasan pernikahan), perhatian terhadap pemenuhan hak-hak suami istri, juga syarat-syarat dan bagaimana langkah-langkah pembentukan nutfah, keadaan dan kondisi (jasmani dan ruhani) ibu pada masa kehamilan, perhatian terhadap kondisi janin, pemberian nama, adab-adab yang dilakukan pada mingguminggu awal kelahiran, hingga adab-adab pemberian air susu ibu, semuanya akan memberikan dampak dan pengaruh terhadap rohani anak dan dan jasmani anak dalam pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
Secara global, dapat dikatakan bahwa tahapan perkembangan dan pendidikan dalam pandangan Islam terbagi menjadi dua: tahapan sebelum kelahiran dan tahapan sesudah kelahiran. Tahapan sebelum kelahiran meliputi: apakah yang harus diperhatikan dalam memilih pasangan hidup -karena dari sini sesuatu yang penting akan terjadi, yaitu terjadinya pemindahan atau pewarisan sifat darinya dan pasangan hidupnya ke dalam diri keturunannya; apakah yang perlu diketahui dan amalan-amalan apa yang harus dilakukan ketika hendak melakukan hubungan suami istri; apakah yang harus dilakukan sang ibu pada masa kehamilan; dan bagaimana persiapan menghadapi kelahiran sang anak.
Tahapan selanjutnya merupakan tahapan sesudah kelahiran, yang terbagi ke dalam lima tahap, yaitu masa kanak-kanak, masa pra-remaja, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua. Rasulullah saw membagi tahapan pertama kehidupan seorang insan ke dalam tiga bagian penting. Beliau saw bersabda: “Anak dalam tujuh tahun pertama adalah raja, tujuh tahun kedua adalah pembantu (yang harus taat dalam menjalankan perintah), dan tujuh tahun ketiga menjadi wazir (menteri) yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya.” (Makarim al-Akhlaq, hal. 222)
Baca juga Mendidik Anak dalam Keluarga ala Islam
Dengan berlandaskan pada ucapan Rasulullah saw tersebut, maka pertumbuhan manusia hingga berumur 21 tahun terbagi ke dalam tiga masa: raja, pembantu, dan wazir, yang ketiganya sesuai dengan pembagian masa, yakni masa kanak-kanak, masa praremaja dan masa remaja. Jika pada masa rajanya betul-betul diperlakukan sebagaimana seorang raja (kecil) yang secara leluasa bisa mengungkapkan dan mendapatkan keinginannya, maka seorang anak akan secara mudah memasuki masa ketaatannya dan akan senantiasa menaati setiap kata orang tua atau pembimbingnya. Demikian juga ketika masa ketaatannya dilalui dengan baik, maka dia akan dengan mudah pula memasuki tahapan berikutnya.
Oleh kerena itu, Rasulullah saw dalam hadisnya yang lain, sehubungan dengan adanya tiga masa ini, menentukan aturan secara umum dalam mendidik anak bagi para orang tua dan guru atau pembimbing anak. “Biarkanlah anak-anak kalian bermain dalam tujuh tahun pertama, kemudian didik dan bimbinglah mereka dalam tujuh tahun kedua sedangkan tujuh tahun berikutnya jadikanlah mereka senantiasa bersama kalian dalam musyawarah dan menjalankan tugas, yaitu masa kewazirannya.” (Wasail asy-Syiah, 7/125)
*Reza Farhadian - Menjadi Orang Tua Pendidik
Comments