top of page

Mendatangkan Manfaat untuk Orang Lain, Indikator Kesalehan



Ya Allah dengan ilmu-Mu tentang yang gaib dan dengan kekuasaan-Mu atas segenap makhluk, hidupkan aku apabila kehidupan itu lebih baik bagiku. Dan matikan aku pada saat kematian itu lebih baik bagiku. Dan aku bermohon kepada-Mu untuk diberi rasa takut kepada-Mu dalam keadaan sembunyi­-sembunyi atau dalam keadaan terang-terangan.
Dan aku bermohon kepada-Mu untuk diberi kemampuan mengucapkan kalimat yang haq dalam keadaan marah dan dalam keadaan senang. Dan aku bermohon kepada-Mu untuk sanggup hidup sederhana dalam keadaan miskin dan dalam keadaan kaya.

Itulah kutipan doa Rasulullah yang mulia. Doa itu diriwayatkan Al-Hakim dan Ibn Hibban dengan rangkaian perawi yang hasan (baik). Doa ini mengandung bukan hanya harapan, melainkan juga ajaran yang sangat berharga untuk kita renungkan. Pertama, rangkaian kalimat “Ya Allah, hidupkan aku pada saat hidup itu lebih baik bagiku; dan matikan aku pada saat kematian itu lebih baik bagiku.”



Kita bermohon kepada Allah agar diberi kehidupan yang baik dan bukan kehidupan yang jelek. Persoalannya sekarang, bagaimanakah bentuk kehidupan yang baik itu, dan seperti apa wujudnya? Karena banyak sekali ukuran mengenai kehidupan yang baik itu. Misalnya, tidak sedikit orang yang berpendirian bahwa hidup yang baik ialah bila seseorang sudah menikah. Ia hidup di rumah yang bukan rumah kontrakan. Ia pergi ke kantor dengan kendaraan sendiri dan tidak berdesak-desakan di kendaraan umum. Dan kalau ia sudah dapat membayar semua utangnya setiap bulan. Jika tidak demikian, maka orang itu tidak dapat dikatakan telah menempuh hidup yang baik.


Lalu menurut Islam, hidup yang bagaimanakah yang dapat dikatakan sebagai hidup yang baik?


Allah Swt berfirman: Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. an-Nahl: 97)



Jadi, menurut Alquran, hidup yang baik ialah hidup yang di dalamnya kita dapat memelihara iman, dan mengisinya dengan amal saleh. Oleh karena itu, walaupun seseorang hidup sangat sederhana di gubuk yang kecil, tetapi ia dapat mempertahankan imannya di tengah guncangan dan godaan hidup, maka Islam menganggap bahwa itu adalah hidup yang baik.

Ada seorang wanita yang digoda dengan berbagai macam bujukan dan rayuan padahal ia dalam keadaan miskin dan sedang berada dalam kesusahan. Ia pertahankan kehormatannya mati­-matian, walaupun ia harus hidup sengsara. Menurut pandangan Allah, wanita itu hidup dalam kehidupan yang baik, karena ia sanggup mempertahankan iman dan keyakinannya.


Ada orang alim, ahli ilmu agama, faqih dalam urusan agama, tetapi dia tidak memperoleh kedudukan yang tinggi. Mungkin ia tidak menjadi anggota majelis ulama, mungkin juga tidak terpilih untuk menduduki kursi di DPR. Dia hanya tinggal di sebuah gubuk kecil. Tetapi orang itu dikenal sebagai orang yang tidak pernah menjual keyakinannya kepada orang lain. Kemudian dia dibujuk orang untuk memperoleh kedudukan dan uang dengan cara mengorbankan iman dan keyakinannya tapi ia menolaknya. Orang alim semacam itu adalah orang yang diberi kehidupan yang baik oleh Allah Swt. Alangkah langkanya ulama seperti itu sekarang


Persoalan selanjutnya, apakah sebenarnya amal saleh itu?


Amal saleh, menurut Islam adalah amal yang mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya untuk diri kita dan diri orang lain. Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang banyak memberikan manfaat kepada orang lain.”


Jadi, amal saleh tidak diukur oleh besarnya sumbangan yang kita berikan, dan tidak diukur oleh jumlah sumbangan tersebut. Akan tetapi amal saleh diukur oleh banyaknya manfaat yang kita berikan kepada orang lain. Boleh jadi ada orang yang hidupnya kelihatan miskin dan sengsara, tetapi tetangganya merasakan manfaatnya. Kehadirannya membuat got-got yang mampat bisa dibersihkan. Sehingga begitu dia pergi semua orang merasa kehilangan. Orang seperti itu dikatakan sebagai orang yang paling banyak manfaatnya untuk orang lain dan paling banyak amal salehnya.


Harta kita pun bisa menjadi amal saleh jika harta itu dapat mendatangkan manfaat yang bisa dinikmati orang lain. Anda punya mobil; mobil itu dipakai orang untuk ke rumah sakit pada tengah malam, atau mengantarkan seorang ibu ke rumah sakit lantaran mau melahirkan, atau menghantarkan seorang teman yang mau berziarah ke tanah suci. Maka mobil itu menjadi sangat berharga. Setiap orang memperoleh manfaat darinya. Oleh karena itu, mobil tersebut berubah dari barang biasa menjadi amal saleh yang berharga, yang dapat dibawa pada hari akhirat nanti.


Atas dasar itu, hidup yang baik menurut Islam adalah hidup yang sanggup mempertahankan iman dan sanggup mengisinya dengan amal saleh. Orang yang saleh bukan orang yang paling panjang sujudnya, bukan orang yang paling sering naik haji, tetapi orang yang paling banyak manfaatnya kepada orang lain. Ilmunya bisa dinikmati orang banyak. Sedekah harta yang dia berikan terus mengalir meskipun dirinya telah meninggal dunia, dan anak yang dia bina tumbuh menjadi anak yang saleh yang mendoakannya.




Disarikan dari buku Doa Bukan Lampu Aladin - KH. Jalaluddin Rakhmat

Comments


bottom of page