Membantu kaum fakir miskin adalah tugas bagi seluruh maum muslimin. Karena itu, Islam menjelaskan pahala besar yang bakal diterima orang yang menolong kaum fakir dan peduli dengan keadaan mereka. Allah Swt mencintai orang-orang yang mengulurkan bantuan kepada mereka yang memerlukan, di mana perbuatan itu akan membantu meningkatkan kesempurnaan insani dan derajat kemuliaannya. Orang yang dalam kehidupan duniawi ini mendahulukan rida Allah di atas upaya memperkaya diri dan memilih jalan membantu meringankan beban derita kaum fakir miskin, maka Allah memberinya pahala yang berlimpah.
Alquran menyebut dunia dan kekayaannya sebagai anugerah Allah kepada manusia, tapi juga mengecam praktik menumpuk kekayaan dan keengganan berinfak. Tentunya tak dipungkiri bahwa sebagian orang miskin dikarenakan kemalasan atau ketidakpandaiannya dalam mencari nafkah atau mungkin karena masalah lain. Tapi ada faktor lain yang dominan dalam menciptakan kefakiran yaitu tertumpuknya kekayaan di tangan sekelompok orang tertentu. Allah Swt berfirman: …Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (QS. at-Taubah: 34)
Bantuan untuk kaum fakir yang paling bernilai adalah bantuan yang diberikan lebih dari apa yang diperlukan. Pemberian bantuan itu hendaknya dilakukan dengan menjaga kehormatan dan harga diri orang yang menerimanya. Dalam kaitan ini Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata: “Memenuhi hajat seorang mukmin lebih disukai Allah dari haji dua puluh kali yang dilakukan dengan biaya setiap hajinya 100 ribu dinar.”
Mengenai kebajikan dan kedermawanan, Imam Ali as-Sajjad a.s. berkata: “Hak peminta-minta adalah memberinya sedekah, jika engkau bisa memenuhi hajatnya, dan doakan supaya kesulitannya bisa terselesaikan. Bantulah dia. Jika engkau meragukan kebenaran pengakuannya, maka ketahuilah bahwa keraguan itu adalah jaring setan yang memang menginginkanmu jauh dari Allah. Perlakukan dia dengan rasa hormat dan kata-kata yang lembut. Jika hal itu engkau lakukan sambil memberinya sesuatu maka engkau telah melakukan hal yang benar.”
Baca juga Fakir Miskin, Tangan Allah di Muka Bumi
Di sini Imam Sajjad menekankan bahwa orang yang bersedekah harus memperkuat niatnya dengan kasih sayang, kesopanan dan kedermawanan. Imam mendorong kita untuk berderma dan membantu orang lain. Adanya orang-orang yang meminta-minta padahal mereka sebenarnya tidak berhak untuk mendapat uluran tangan, juga disinggung oleh Imam Sajjad. Beliau tidak menafikan adanya orang seperti itu namun tetap menekankan bahwa yang penting adalah keinginan orang untuk berderma dan membantu orang yang memerlukan dalam kondisi apa pun.
Memelas dan meminta bantuan dari sana sini akan membuat orang dipandang sebelah mata. Tindakan itu akan menurunkan harga dirinya di depan masyarakat. Untuk mencegah terjadi hal seperti itu yang tentunya juga menimbulkan dampak buruk pada kejiwaan dan mental orang, Islam mengajarkan kepada kita untuk saling mengenal kondisi sesama dan bergegas dalam membantu siapa saja yang memerlukan bantuan.
Baca juga Orang yang Patut Menerima Sedekah
Dalam sebuah riwayat dari Imam Ali Ridha a.s. disebutkan bahwa beliau berkata: “Kebajikan kepada orang lain tak akan sempurna kecuali dengan tiga hal. Pertama, orang yang berderma hendaknya bersegera dalam berderma. Kedua, hendaknya dia memandang bantuan yang diberikannya kepada orang lain sebagai hal yang remeh dan kecil. Ketiga, merahasiakan amal itu dari orang lain. Bersegera dalam memenuhi permintaan orang yang memerlukan bantuan akan menambah manisnya amal. Menatap remeh amal baik akan menjadikannya besar (di sisi Allah). Dan merahasiakan amal baik dari orang lain akan menyempurnakan kebaikannya.”
Imam Sajjad a.s. menjelaskan pula tentang hak orang-orang yang berderma. Beliau mengatakan: “Hak penderma adalah menerima pemberiannya jika dia memberi sesuatu dengan berterima kasih kepadanya. Jika dia menolak memberi bantuan terimalah alasannya dan bersangka baiklah kepadanya. Ketahuilah bahwa ketika dia tidak memberikan apa-apa tidak ada kecaman apa pun yang bisa diarahkan kepadanya. Sebab dia tidak memberikan apa yang menjadi miliknya sendiri. Walaupun dia telah berbuat zalim seperti layaknya orang lalim dan orang yang tak tahu budi.”
Berterima kasih dan menghargai orang lain adalah sifat utama manusia. Orang yang dirinya terhiasi dengan akhlak mulia akan berterima kasih kepada siapa saja yang memberikan kebaikan kepadanya. Sikap tak tahu budi memiliki dampak buruk. Pendera sejati tak akan pernah mengharap terima kasih dari orang lain. Sebab, saat mengulurkan bantuan dia hanya mengharap keridaan Allah dan teratasinya kesulitan masyarakat. Namun demikian, dia berhak untuk mendapat penghargaan dan ucapan terima kasih.
Comments