top of page

Membalas Kebencian dengan Kasih Sayang



Salah seorang di antara tokoh besar sufi adalah orang Mesir yang bernama Dzunnun. Karena ia berasal dari Mesir, maka ia dikenal dengan sebutan Dzunnun Al-Mishri. Ketika ia masih hidup, orang-orang tidak mengenalnya sebagai orang yang dekat dengan Allah. Ia malah lebih banyak dicela dan dicemooh orang karena dianggap ahli bid’ah. Ia tidak pernah membalas semua tuduhan itu dengan kemarahan.


Ada banyak kisah tentang Dzunnun dan hampir semua kisah hidupnya itu menjadi pelajaran yang amat berharga. Kisah-kisah itu menjadi petunjuk bagi kita dalam mendekati Allah Swt.


Alkisah, pada suatu hari, berlayarlah mereka di Sungai Nil. Yang sedang berekreasi di sungai itu tidak hanya orang­ orang saleh seperti Dzunnun dan para santrinya, tetapi juga

orang-orang yang menggunakan rekreasi sebagai alat untuk melakukan kemaksiatan. Di tengah jalan, bertemulah dua kelompok perahu yang mempunyai "ideologi" yang ber­beda itu. Pada perahu yang satu, terdapat Dzunnun, sang kiai, bersama para santrinya. Mereka melantunkan zikir kepada Allah Swt. Pada perahu yang lain, ada sekelompok anak muda yang memetik gitar, berhura-hura, berteriak­-teriak, dan berperilaku yang menjengkelkan.


Para santri percaya bahwa doa-doa Dzunnun pasti diijabah, mereka meminta Dzunnun untuk berdoa kepada Allah supaya perahu anak-anak muda itu diteng­gelamkan Tuhan jauh ke dasar Sungai Nil. Dzunnun lalu mengangkat kedua belah tangannya dan berdoa:


"Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memberikan orang-orang itu kehidupan yang menyenangkan di dunia ini, beri juga mereka satu kehidupan yang menyenangkan di akhirat

kelak."


Santri-santrinya tercengang. Semula mereka berharap Dzunnun akan mendoakan anak-anak muda yang ugal­-ugalan itu agar ditenggelamkan Tuhan karena anak-anak muda itu memandang kehidupan hanya kesenangan. Tapi aneh bin ajaib, Dzunnun hanya berdoa seperti itu. Para santri terkejut mendengar doa Dzunnun.


Ketika perahu anak-anak muda itu mendekat, mereka melihat Dzunnun ada di perahu itu. Mereka menyesal dan meminta maaf. Entah bagaimana, memandang wajah Dzunnun membawa mereka pada penyesalan, mereka pun bertobat kepada Tuhan.


Kita tertarik dengan cerita Dzunnun ini. Kita terbiasa untuk menaruh dendam kepada orang-orang di sekitar kita. Sering, setelah kita menjalani kehidupan yang baik, kita jengkel kepada orang-orang yang kita anggap buruk. Ketika ada orang yang memperlakukan kita dengan jelek, kita berharap bahwa kita bisa membalas kejelekan itu dengan kejelekan lagi. Untuk itu, kita sering menutup-nutupinya dengan berkata: “Supaya ini jadi pelajaran bagi mereka.”


Dzunnun melanjutkan tradisi para rasul yang mengajari kita untuk membalas keburukan yang dilakukan orang lain dengan kebaikan. Bayangkanlah ketika kita berdoa supaya saingan kita hancur, agar musuh binasa, kita akan memperoleh satu manfaat saja: kepuasan hati karena hancurnya saingan. Tapi ketika berdoa, “Ya Allah, ubahlah kebencian musuh-musuhku menjadi kasih sayang” kita akan mendatangkan manfaat kepada semua orang.


Dahulu, Nabi Isa as beserta murid-muridnya lewat di depan rombongan pemuda yang ugal-ugalan. Mereka bukan saja melakukan tindakan-tindakan maksiat ketika kelompok Nabi Isa datang, mereka malah melemparkan batu ke arah Nabi Isa. Nabi Isa berhenti dan memandang mereka untuk kemudian mendoakan kebaikan bagi mereka. Murid-muridnya bertanya: “Mereka melempari batu ke arahmu, tapi mengapa engkau malah membalas dengan doa yang baik?”


Nabi Isa menjawab: “Itulah bedanya kita dengan mereka. Mereka kirimkan kepada kita keburukan dan kita kirimkan kepada mereka kebaikan.”


Rasulullah Saw dilempari orang di Thaif ketika beliau mengajak mereka pada Islam sampai kakinya berlumuran darah. Ketika malaikat datang kepadanya menawarkan untuk menimpakan gunung di atas orang-orang yang menyerangnya, Nabi hanya berkata: “Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku karena mereka adalah orang-orang yang tidak mengerti.”


Dzunnun Al-Mishri mengajari kita tradisi para nabi dan orang-orang saleh, membalas keburukan dengan kebaikan. Jadilah kita seperti pohon mangga di tepi jalan, yang dilempari orang dengan batu, tetapi ia mengirimkan buah yang telah ranum kepada si pelempar itu, berbuatlah baik sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Di antara perbuatan baik yang sangat tinggi nilainya adalah membalas keburukan orang kepada kita dengan kebaikan. Ini bukanlah suatu hal yang mustahil, melainkan ajaran kesucian yang akan membawa kita lebih dekat kepada Allah Swt.


Dalam Sahifah Sajjadiyah Imam Ali Zainal Abidin as berdoa:


Ya Allah… Sampaikan salawat kepada Muhammad dan keluarganya Bimbinglah daku untuk melawan orang yang mengkhianatiku dengan kesetiaan Membalas orang yang mengabaikanku dengan kebajikan Memberi orang yang bakhil kepadaku dengan pengorbanan Menyambut orang yang memusuhiku dengan hubungan kasih sayang Menentang orang yang menggunjingku dengan pujian Berterima kasih atas kebaikan dan menutup mata dari keburukan.


Ya Allah… Sampaikan salawat kepada Muhammad dan keluarganya Hiasilah kepribadianku dengan hiasan para salihin Berilah aku busana kaum muttaqin dengan menyebarkan keadilan

Menahan kemarahan Meredam kebencian Mempersatukan perpecahan Mendamaikan pertengkaran Menyiarkan kebaikan Menyembunyikan keburukan Memelihara kelemah-lembutan Memiliki kerendah-hatian Berperilaku yang baik Memegang teguh pendirian Menyenangkan dalam pergaulan Bersegera melakukan kebaikan Meninggalkan kecaman Berbicara yang benar walaupun berat Menganggap sedikit kebaikan walaupun banyak dalam ucapan dan perbuatan Menganggap banyak keburukan walaupun sedikit dalam ucapan dan perbuatan.


*Di kutip dari buku Road To Allah - KH Dr. Jalaluddin Rakhmat


Comments


bottom of page