top of page

Keutamaan Bekerja untuk Memenuhi Kebutuhan Keluarga



Islam sangat mengapresiasi umatnya dalam mencari harta untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Dengan bekerja seseorang telah menjauhkan diri dari kehinaan dan sifat tercela. Bahkan Islam menyamakan seseorang yang bekerja dengan cara halal untuk memenuhi kebutuhannya sama dengan seseorang yang berjihad di jalan Allah Swt. Penghargaan dan kedudukan yang tinggi ini diberikan kepada orang yang mencari rezeki dengan jerih payahnya, bahkan pahala ukhrawi pun meliputinya. Rasulullah Saw dan para Imam Ahlulbait as sangat menekankan hal ini.


Di dalam Alquran, tatkala Allah menarik perhatian hamba­hamba-Nya kepada kenikmatan siang hari, dengan sebuah ungkapan yang bernadakan pemberian nikmat, Dia menggambarkannya sebagai sebuah sarana untuk mencari penghidupan. Allah Swt berfirman: Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan. (QS. an-Naba: 11)


Pada ayat lain disebutkan tentang rezeki dan penghidupan sebagai suatu kenikmatan yang harus disyukuri oleh hamba-hamba Allah. Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi ini (sumber) penghidupan, amat sedikitlah kamu bersyukur. (QS. al-A'raf: 10)


Dalam berbagai riwayat juga dijelaskan secara terperinci keutamaan bekerja untuk memenuhi segala kebutuhannya. Di banyak hadis yang termuat dalam kitab Al-Kafi (jilid 5) Rasulullah Saw dan para Imam Ahlulbait as banyak meriwayatkan perihal keutamaan bekerja.


Rasulullah Saw: “Barang siapa mencari rezeki yang halal di dunia agar dirinya terjaga dari meminta-minta dan menyejahterakan keluarganya serta berbelas kasih kepada tetangganya, dia akan menemui Allah dalam keadaan wajahnya bagaikan bulan purnama.”



Imam Muhammad Baqir as menukil dari sabda Nabi Saw di Haji Wada yang mengatakan: “Ketahuilah, Jibril mengilhamkan kepadaku bahwa tidaklah seseorang meninggal dunia melainkan telah disempurnakan rezekinya. Maka bertakwalah kepada Allah Azza wa Jalla dan berlakulah di tengah­tengah tidak ifrath dan tafrith (ijmal fi ath-thalab) dalam mencari rezeki dan janganlah ketergesa-gesaanmu mencari rezeki memaksamu bermaksiat kepada Allah (memakan barang haram). Sebab Allah Swt telah membagi rezekinya di antara hamba-hambanya secara halal dan tidak membaginya secara haram.


Maka barang siapa bertakwa kepada Allah dan bersabar, Allah akan memberikannya rezeki yang halal dan barang siapa merobek hijab penutup dan tergesa-gesa sehingga mencari rezeki dengan jalan tidak halal, Allah memotong dari rezeki halalnya dan ia akan diperhitungkan di Hari Kiamat.”



Imam Ja’far ash-Shadiq as juga meriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw bahwa beliau bersabda: “Terlaknatlah orang yang melemparkan beban kehidupannya kepada pundak orang lain.”


Imam Ja’far ash-Shadiq as berkata: “Jika seorang lelaki dalam keadaan sempit, lalu ia bekerja sekadar mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarganya dan tidak mencari rezeki yang haram, maka ia bagaikan seorang pejuang yang berjihad di jalan Allah.”


Beliau as juga berkata: “Orang yang bekerja keras memenuhi kebutuhan hidup keluarganya seperti pejuang yang berjihad di jalan Allah.”


Bahkan para Imam Ahlulbait mencontohkan sendiri dengan jerih payahnya dalam memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya.


Diriwayatkan oleh Muhammad bin Munkadir tentang Imam Muhammad Baqir as, ia berkata: “Saya bersama sejumlah kawan mendatangi beliau sedangkan beliau sedang sibuk membangun sebuah tembok di rumah. Kami berkata: “Kami korbankan diri kami untuk Anda. Izinkanlah kami menggantikan pekerjaan Anda atau kami gunakan para pekerja.”

Imam as berkata: “Tidak, biarkanlah aku. Karena aku suka Allah Swt melihatku dalam keadaan mencari rezeki halal dengan tangan dan dengan jerih payahku.”



Diriwayatkan juga suatu hari di sekitar kota Madinah, tiba-tiba Abu Imam Baqir as yang sedang dalam keadaan bertani di bawah terik matahari ditemui seseorang dan berkata: “Semoga Allah menyelamatkan Anda! Anda adalah salah seorang pemuka Quraisy, apakah pantas di siang hari dan di bawah terik matahari seperti ini Anda mencari harta dunia. Apakah Anda tidak berpikir bahwa apabila ajal Anda datang dalam keadaan ini, apa yang hendak Anda kerjakan?”


Imam as berkata: “Jika ajal menjemputku dalam keadaan ini, maka saya akan mati dalam keadaan menjalankan perintah Allah Swt karena dalam hal ini aku tidak menggantungkan diri dan keluargaku kepadamu dan manusia. Yang aku takutkan adalah kematian menjemputku selagi diriku bermaksiat.”


Seseorang itu berkata: “Anda berkata benar. Semoga Allah merahmatimu. Tadinya saya bermaksud menasihatimu, akan tetapi Anda telah menasihatiku.”


Ali bin Abi Hamzah menukil pula: “Saya melihat Imam Musa al-Kazhim as sedang bekerja mengolah lahan tanahnya, dalam keadaan kakinya terendam di lumpur. Saya berkata: “Aku korbankan diriku untukmu, di manakah para pekerjamu?”


Imam as berkata: “Hai Ali, ada orang bekerja dengan tangannya sendiri, sedangkan ia lebih mulia dariku dan ayahku.”


Saya berkata: “Siapakah dia?”


Imam berkata: “Rasulullah Saw dan Amirul Mukminin dan semua kakekku bekerja dengan tangan mereka sendiri dan ini adalah tradisi para nabi dan para wali.”


Jadi jelas, menurut pandangan Islam, mencari pendapatan dan memenuhi kebutuhan hidup tidak hanya baik, bahkan termasuk perbuatan yang penuh nilai dan disejajarkan dengan ibadah kepada Allah dan jihad fisabilillah.

Comments


bottom of page