“…Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 184)
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa fidyah adalah tebusan atau pengganti ibadah puasa wajib bagi beberapa orang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa dengan kriteria tertentu. Mereka yang diperbolehkan tidak berpuasa harus menggantinya di lain waktu. Namun, sebagai gantinya diwajibkan untuk membayar fidyah.
Fidyah akan berlaku pada beberapa kelompok berikut:
1. Laki-laki dan wanita tua yang puasa sangat menyusahkan bagi mereka.
2. Seseorang yang memiliki penyakit istisqa’ yaitu selalu kehausan dan puasa merupakan sebuah hal yang sangat menyusahkan baginya.
3. Wanita hamil yang telah dekat dengan waktu melahirkan dan puasa akan membahayakan kandungannya.
4. Wanita menyusui yang produksi air susunya hanya sedikit sehingga jika melakukan puasa akan membahayakan anak yang dia susui.
5. Seseorang yang sakit dan puasa akan membahayakannya dan penyakitnya akan berlanjut hingga Ramadhan tahun berikutnya.
Wanita hamil yang khawatir dengan berpuasa akan membahayakan janin yang dikandungnya, maka wajib baginya untuk berbuka lalu untuk setiap harinya dia harus memberikan fidyah sedangkan qada puasanya harus dia lakukan nantinya. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 803 dan 806)
Wanita menyusui yang khawatir dengan berpuasa akan menimbulkan bahaya bagi bayinya karena kurangnya produksi air susu atau air susunya akan kering karenanya, maka dia harus melakukan iftar (berbuka) dan untuk setiap harinya membayar fidyah, sedangkan qada puasa, harus dia lakukan nantinya. (Ajwibah al-Istifta,at, No. 747)
Orang sakit yang tidak berpuasa pada bulan Ramadan karena penyakitnya dan penyakitnya berlanjut hingga Ramadan tahun berikutnya, maka tidak ada kewajiban baginya untuk mengqada puasa-puasa yang ditinggalkannya, hanya saja dia harus membayar fidyah untuk tiap-tiap harinya.
Wanita yang dimaafkan dari puasa karena penyakitnya dan dia tidak memiliki kemampuan pula untuk mengqadanya hingga Ramadan tahun berikutnya karena penyakitnya yang berlanjut, wajib baginya untuk membayar fidyah, dan tidak ada sesuatu yang menjadi tanggungan suaminya.
Wanita yang mengandung dalam dua tahun berturut-turut dan dia tidak berpuasa pada bulan Ramadan dengan alasan syar'i, maka kewajibannya hanyalah melakukan qada. Namun bila dia melakukan iftar karena kekhawatiran akan bahaya bagi janin atau anaknya, maka selain dia harus mengqada puasanya dia juga harus membayar fidyah. Jika dia menunda qadanya setelah bulan Ramadan hingga bulan Ramadan tahun berikutnya tanpa alasan syar'i, maka selain dia harus mengqada, membayar fidyah, dia juga harus membayar kafarat menunda qada puasa.
Ukuran fidyah yang harus dibayarkan, pilihannya antara lain:
1. Bentuk beras (satu hari satu mud makanan, yaitu ± 800 gr beras)
± 800 gr beras= Rp 10.000 x jumlah hari hutang puasa.
2. Makanan siap santap, yakni nasi dan lauknya.
Rp 20.000/porsi x jumlah hari hutang puasa.
(fidyah tidak boleh memberikannya dalam bentuk uang, kecuali sekedar menitipkan untuk dibelikan beras atau nasi).
Mari tunaikan kewajiban membayar fidyah melalui rekening:
BCA 375 302 4111
BNI 799 8383 032
a.n Yayasan Dana Mustadhafin
Comments