Metode ini berasal dari seorang arif dari negerinya sahabat nabi, Salman Al-Farisi yang ditulis secara terperinci dalam bukunya Hijrah Menuju Allah. Di sini kami akan rangkumkan sedikit beberapa metode dari Prof. Ibrahim Amini untuk dapat membersihkan dan menyucikan jiwa kita. Berikut beberapa metode poinnya:
Tafakur
Salah satu rintangan terbesar dalam mencapai penyucian jiwa adalah kelalaian. Kelalaian itu sendiri merupakan salah satu penyakit psikologis yang paling ganas dan menjadi pangkal dari banyak penyakit hati yang lain. Pengobatan untuk penyakit ini adalah tafakur; berpandangan jauh ke depan, dan memperkuat keyakinan.
Penting untuk diperhatikan bahwa seorang manusia hendaknya terus bersikap waspada akan jiwanya, jangan pernah melupakan kematian, merenungkan konsekuensi serius dari penyakit jiwa, tuntutan atas dosa, dan tentang betapa mengerikan siksa neraka. Manusia juga hendaknya senantiasa memikirkan perhitungan amal perbuatannya pada hari pengadilan kelak. Dengan demikian, ia akan siap untuk pembersihan jiwa dan dapat mengambil keputusan pasti untuk membersihkan jiwanya dari dosa dan perbuatan maksiat.
Sayidina Ali berkata: "Barang siapa kerajaan hatinya senantiasa dipenuhi tafakur, maka urusannya yang tampak maupun yang tersembunyi akan senantiasa menjadi baik.”
Riyadhah
Untuk bisa keluar menjadi pemenang dalam tahap pembersihan jiwa dan menghindarkan diri dari dosa-dosa, kita perlu riyadhah untuk melatih jiwa kita. Pada tahap awal kita harus menanamkan pada jiwa kita untuk memutuskan menghindari segala dosa, jika engkau tidak mau bekerja sama dalam hal ini dan tetap melakukan dosa, maka akan diberikan hukuman ke diri sendiri. Jadi, misal melakukan ghibah akan melakukan puasa selama satu hari, atau hanya akan berbicara seperlunya saja selama satu minggu, dan sebagainya. Jika itu dilakukan, kita tentu akan mengawasi jiwa kita dengan ketat agar tidak melakukan ghibah.
Baca juga: Keharusan Berbuat Baik Terhadap Tetangga.
Jika kita menjalankan program ini tanpa lalai, kita bisa menutup jalan masuk setan, dan memperoleh dominasi mutlak atas jiwa, dengan syarat bahwa kita harus mengambil keputusan dengan pasti dan menghukum jiwa yang membangkang tanpa menunjukkan sikap belas kasihan.
Sayidina Ali berkata: “Barang siapa mempraktikkan latihan (riyadhah) jiwa, akan memperoleh manfaat."
Beliau juga berkata: "Bangkitlah menghadapi jiwa dan dengan siksaan, cegahlah ia dari terbius oleh kebiasaan-kebiasaan buruk."
Sadar Akan Martabatnya Sebagai Manusia
Manusia adalah permata berharga yang datang ke alam eksistensi dari alam kehidupan, pengetahuan, kesempurnaan, keindahan karunia, kebajikan, dan secara alamiah menjadi asal dari segala hal itu. Dengan demikian, jika ia memberikan perhatian kepada posisinya yang tinggi dan kebaikan yang terdapat dalam dirinya, ia akan menyadari bahwa melakukan perbuatan dosa dan perbuatan maksiat lain tentu akan merendahkan martabatnya, dan semestinya merasa jijik. Ketika menyadari hal ini, bahwa ia adalah manusia yang diturunkan dari langit tertinggi untuk menjadi khalifah Allah di muka buni, maka nafsu dan hasrat hewaninya menjadi tidak berharga dalam pandangannya, dan hasrat untuk mencapai kesempurnaan moral menjadi landasan eksistensinya.
Sayidina Ali berkata: "Barang siapa memuliakan keagungan jiwanya, dia akan menganggap nafsu menjadi tidak berharga dan tidak berarti."
Dengan demikian memberi perhatian kepada ketinggian jiwa manusia akan menyingkapkan kekayaan keberadaannya. Kedudukannya yang tinggi akan membantunya dalam mencapai penyucian jiwa dan pembersihan dosa-dosa. Jika kita memperingatkan jiwa, kita harus berkata:
"Kau memiliki pengetahuan, kehidupan, kesempurnaan, kebajikan dan karunia dari kerajaan surga. Engkau adalah khalifah Allah di muka bumi; engkau manusia dan telah diciptakan untuk kehidupan kekal di hari kemudian dan kedekatan kepada Allah; kamu lebih tinggi daripada binatang, maka engkau tidak berharga jika mengikuti nafsu hewanimu."
Dengan cara itu tahap penyucian jiwa dan penghindaran dosa akan menjadi lebih mudah.
Meninggalkan Teman yang Jahat
Manusia cenderung terpengaruh oleh beberapa karakter, etika, dan tingkah laku manusia lain yang punya hubungan sosial dengannya, dan pada akhirnya menjadi seperti mereka. Hal ini terjadi terutama pada sahabat dekat dan relasi sosial yang akrab yang memainkan peran penting dalam kehidupan mereka. Persahabatan dengan sosok yang jahat dan menyimpang akan mempengaruhi seseorang untuk melakukan penyelewengan dan berbuat jahat. Sementara bergaul dengan orang-orang salih dan bermoral baik, akan mengajak manusia menuju kebajikan dan keselamatan. Salah satu karakter manusia adalah meniru-niru orang lain. Jika ia berbaur dengan orang jahat dan sesat, dia akan terbiasa melakukan dosa dan maksiat. Dia tidak hanya tidak melihat kejelekan dari perbuatannya, malah menganggap perbuatan itu sebagai perbuatan baik.
Baca juga: Memilih Teman yang Baik Bagi Anak.
Untuk itu, memilih seorang teman tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting dan tidak berarti, bahkan harus dijadikan sesuatu yang paling utama karena ia akan menentukan nasib akhir kita. Sayidina Ali berkata: "Seorang Muslim tidak boleh menjadikan seorang penyeleweng dan pendosa sebagai kawannya, karena seorang teman pendosa akan menghadirkan keburukan sebagai kebaikan, dan berharap agar temannya mengikutinya. Seorang teman yang buruk tidak akan bisa menolong orang lain dalam urusan dunia maupun urusan akhirat, dan bergaul dengan mereka akan membuat seseorang menjadi tercela yang jahat bisa dihindari."
Menghindari Kesalahan
Penyucian jiwa dan menghindari dosa selamanya merupakan tugas yang sangat sulit. Seorang manusia senantiasa cenderung tergelincir ke dalam dosa, karena jiwa jahat terbiasa mengundangnya melakukan kejahatan. Hati yang merupakan pusat perintah semua anggota tubuh, terus menerus berubah dan bermetamorfosis, dipengaruhi peristiwa eksternal. Hati mengeluarkan perintah sesuai dengan situasi yang dihadapi, kejadian yang dilihat, dan kata-kata yang terdengar.
Maka, mereka yang benar-benar tertarik untuk menggapai tahap pembersihan jiwa, harus menutup mata dari melihat pemandangan yang merangsang hawa nafsu, tidak ikut serta dalam pesta-pesta, dan tidak boleh bergaul dengan orang-orang yang menyimpang, karena kalau tidak, dia juga pasti akan tergelincir. Karena alasan inilah Islam melarang seseorang untuk ikut serta dalam perbuatan yang terlarang (haram), pesta-pesta, judi, minum-minuman keras, dan majelis dosa lainnya. Juga melihat wajah lawan jenis dengan nafsu, berdua-duaan dengan wanita yang tidak diperkenankan agama (bukan muhrim) adalah hal-hal yang dilarang agama.
Salah satu hikmah terbesar di balik kewajiban hijab dalam Islam, karena islam mendambakan lingkungan sosial yang ideal yang memungkinkan terwujudnya pembersihan jiwa dan penghindaran akan dosa. Jika tidak, mustahil melakukan pengendalian jiwa yang jahat, karena lingkungan yang rusak secara alami akan mendorong manusia menuju kerusakan.
Sayidina Ali berkata: "Ketika mata melihat pemandangan yang merangsang nafsu, hati menjadi buta melihat akibat-akibatnya."
Dan beliau berkata: "Sekedar memikirkan perbuatan maksiat saja akan mendorongmu untuk melakukannya."
Dana Mustadhafin
Comments