Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda dari suku, bangsa, dan bahasa untuk saling mengenal. Dalam Alquran Allah Swt berfirman: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat ayat: 13)
Adanya perbedaan di antara manusia adalah nikmat yang sangat besar dari Allah Swt sehingga menjadikan kita saling membutuhkan satu sama lain. Jika kita mendalami hikmahnya, maka kita akan tahu bahwa itu semua menjadikan kita untuk saling dapat menjalin hubungan yang erat satu sama lain, yang disebut sebagai sahabat.
Baca juga: Ikatan Persahabatan dalam Islam
Sahabat dapat dijadikan sebagai tempat untuk berbagi rasa, saling menasihati dan saling tolong-menolong baik dalam keadaan susah atau bahagia. Dan islam sangat tinggi dalam memandang nilai-nilai persahabatan. Rasulullah ﷺ bersabda, “Jiwa-jiwa manusia ibarat pasukan. Bila saling mengenal menjadi rukun dan bila tidak saling mengenal menimbulkan perselisihan.”
Namun Islam juga menekankan kita agar teliti dalam memilih teman (seperti yang sudah dibahas sebelumnya). Banyak orang yang terjerumus kedalam kemaksiatan dan kesesatan karena pengaruh sahabat yang salah. Namun tidak sedikit orang yang mendapatkan kebaikan dan hidayah karena bergaul dengan orang-orang yang saleh. Dan apabila kita telah menemukan yang benar dan tepat maka kita harus mempertahankan persahabatan itu dan menunaikan semua hak-haknya. Lalu, apa saja hak-hak sahabat itu?
Sayidina Ali Zainal Abidin ra dalam Risalatul Haq-nya berkata: “Hak seorang sahabat adalah: Hendaknya kamu selalu lebih mengutamakannya (dari dirimu), memperlakukannya dengan penuh pengertian, berbuat baik kepadanya sebagaimana ia berbuat baik kepadamu dan jangan sampai ia mendahuluimu dalam berbuat kebajikan (terhadap dirimu), dan jika ia terlebih dahulu (berbuat baik kepadamu) maka balaslah, mencintainya sebagaimana ia mencintaimu, mencegahnya dari berbuat maksiat, jadilah rahmat baginya (baik dalam keadaan bahagia atau sengsara) dan janganlah menjadi siksa atasnya.”
Begitu mulia ya etika Islam, sampai begitu detailnya dalam urusan sosial, dan dengan memperhatikan hak-hak sahabat maka sebenarnya kita telah melakukan dakwah dengan perbuatan yang membuat orang lain terpesona dengan ajaran Islam. Hingga dikisahkan, suatu hari Sayidina Ali bepergian dengan seorang Yahudi. Ketika mereka sampai di sebuah tempat beliau ingin menempuh sebuah jalan dan ia menempuh jalan yang lain. Di sini beliau tidak langsung berpisah meninggalkannya, akan tetapi beliau menemaninya hingga ia menempuh jalan yang ingin ditempuhnya beberapa langkah.
Orang Yahudi itu bertanya (dengan penuh keheranan), “Wahai Abul Hasan, jalanmu adalah yang sebelah sana. Apakah Anda berubah pikiran dan tujuan?”
Beliau menjawab: “Rasulullah ﷺ pernah berpesan kepada kami, 'Ketika kalian berpergian dengan seseorang, hak yang dimilikinya atas kalian adalah antarlah dia sampai ke tempat yang aman, kemudian berpisahlah darinya.’”
Kemudian orang Yahudi itu meminta Sayidina Ali menjulurkan tangan dan ia mengakui terpesona dengan akhlak Islam lalu menucapkan dua kalimat syahadat.
Dana Mustadhafin
Comentários