top of page

Beberapa Etika yang Harus Dijaga Ketika Berpuasa


Menjalankan ibadah puasa adalah kewajiban setiap kaum muslimin. Kita diperintahkan untuk menahan lapar dan haus dari mulai terbit fajar hingga datang gelap. Namun, berpuasa bukan hanya sebatas menahan lapar dan haus semata, ada etika yang harus dijaga supaya ibadah puasa kita diterima oleh Allah Swt. Berikut kami kutipkan kumpulan hadis dari Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya.


Menjauhi Ghibah (Mengumpat)


Rasulullah saw bersabda: “Seseorang yang berpuasa selalu dalam keadaan beribadah meski pun dalam keadaan tidur di atas ranjangnya; selama dirinya tidak mengumpat (ghibah) saudara Muslimnya.” (Fadhail al-Asyhar al-Tsalatsah, hal. 122)


“Barang siapa yang mengumpat (ghibah) seorang Muslim atau seorang Muslimah maka Allah tidak akan menerima salat dan puasanya selama empat puluh hari empat puluh malam, kecuali bila orang yang diumpatnya itu memaafkannya.” (Jami'ul-Akhbar, hal. 412)


Menjauhi Mencaci Maki


Imam Ja’far Shadiq a.s. menuturkan bahwa ayahanda beliau a.s. menceritakan bahwasanya Rasulullah saw mendengar seorang wanita mencela pembantu wanitanya, padahal saat itu dirinya sedang berpuasa. Lalu Rasulullah saw memanggilnya dengan membawa makanan. Beliau saw berkata kepadanya: “Makanlah ini!”


Wanita itu berkata: “Aku sedang berpuasa, ya Rasulullah!”


Beliau saw berkata kepadanya: “Bagaimana Anda berpuasa sementara Anda mencaci-maki pembantu perempuanmu?” Puasa bukan hanya sekedar menahan diri dari makanan dan minuman saja, tetapi Allah juga menjadikannya selubung dari selain keduanya, berupa berbagai keburukan, baik dalam bentuk perbuatan maupun perkataan yang dapat membatalkan puasa. Betapa sedikitnya yang berpuasa dan betapa banyaknya orang yang (hanya) berlapar-lapar (diri).” (Biharul-Anwar, 96/293)


Menjauhkan Diri dari Berbohong


Imam Muhammad Baqir a.s. berkata: “Berbohong itu akan membatalkan puasa, [begitu juga] pandangan yang haram dan kezaliman seluruhnya, baik sedikit atau banyak.” (Biharul-Anwar, 97/352)


Menjauhkan Diri dari Riya


Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang berpuasa tetapi bersikap riya, maka telah musyrik.” (Majma’ul Bayan, 6/771)


Menjauhkan Diri dari yang Makruh


Rasulullah saw bersabda: “Puasa bukan hanya dari makan dan minum saja, tetapi juga dari bermain-main dan perkataan keji. Jika seseorang mencaci Anda atau berbuat jahil kepada Anda, maka katakan, ‘Aku sedang berpuasa.’” (Kanzul Ummal, 8/507)


Imam Ali Zainal Abidin a.s. berkata: “Salah satu doa beliau saw ketika memasuki bulan Ramadan, ‘Ya Allah! Ketika berpuasa pada bulan ini, bantulah kami dalam menjaga anggota tubuh kami dari melakukan kemaksiatan dan tolonglah kami dalam menggunakan anggota tubuh kami untuk segala yang Engkau ridai sehingga kedua telinga kami tidak terperosok dalam kesia-siaan, kedua mata kami tidak cenderung pada kesia-siaan, kedua tangan kami tidak menjulur kepada yang diharamkan, begitu juga kedua kaki kami tidak melangkah ke tempat yang terlarang, perut-perut kami tidak dipenuhi apa-apa kecuali dengan yang dihalalkan, lidah kami hanya mengucapkan kata-kata yang Engkau anggap layak, semua perilaku kami mendatangkan pahala-Mu, kami selalu saling memberi dengan segala hal yang tidak mendatangkan siksa-Mu.” (Shahifah as-Sajadiyyah, hal. 166, doa ke-44)


Imam Ja’far Shadiq a.s. bersabda: “Jika kalian berpuasa, maka puasakan juga telinga, penglihatan, dan kemaluan, serta lisanmu, jagalah mata kalian dari hal yang tidak dihalalkan untuk matamu, pendengaran kalian dari hal yang diharamkan untuk didengar, juga lisan kalian dari kebohongan dan kata-kata keji.” (Biharul-Anwar, 96/295)


Imam Ja’far Shadiq a.s. juga berkata: “Puasa bulan Ramadan adalah fardu setiap tahun. Serendah-rendahnya pelaksanaan fardu puasa ini adalah tekad kuat di hati seorang mukmin bagi puasanya dengan niat yang benar, meninggalkan makan dan minum serta berhubungan suami-istri pada siang harinya, serta memelihara seluruh anggota tubuhnya dan menjaganya dari hal-hal yang diharamkan Allah, Tuhannya, dan mendekatkan diri dengan itu kepada-Nya. Jika semua itu dilakukan maka dia sudah menunaikan fardunya.” (Biharul-Anwar, 96/394)


Sumber: Ayatullah Muhammad Ray Syahri - Kado dari Langit.


Comments


bottom of page