Pria setengah baya itu segera menyapa kami dan mempersilakan masuk ke ruang tamu di rumahnya. Posisi ruang tamu itu lebih rendah dari jalan depan rumah, jadi kami harus turun sekitar 50 centimeter. Di lantai ruang tamu terdapat sekitar 50 bungkus krupuk yang baru saja dikemas.
Tak ada perabotan di ruang tamu sederhana berukuran 3 kali 3 meter itu, hanya ada satu televisi tabung 20 inch di dekat jendela samping pintu masuk. Beberapa penutup di langit-langit itu bolong, sehingga pandangan dapat langsung menembus ke atas geting. Di depan pintu rumahnya terparkir dua sepeda yang biasa dipakai untuk menjajakan krupuk keliling kampung. Satu sepeda sudah karatan, sementara satu lagi masih kinclong.
“Itu sepeda dapat bantuan dari Dana Mustadhafin,” kata yang bernama Muhammad Muhi itu sambil menunjuk ke sepeda berwarna biru, yang masih kinclong. Muhi, tinggal di Warakas, Jakarta Utara. Dia merupakan salah satu penerima program pengembangan UKM dari Dana Mustadhafin.
Bersama istrinya, dia mengelola usaha krupuk kulit, mereka membeli kerupuk kulit mentah yang selanjutnya digoreng kemudian dikemas. Lalu disetor ke warung-warung. Setiap hari dia bersama istrinya harus keliling antar-kampung untuk menjajakan krupuknya ke warung-warung dan toko-toko.
Sebelum mendapat bantuan, dia menceritakan kehidupannya terseok-seok, harus gali lubang, tutup lubang untuk penuhi kehidupan sehari-hari. Apalagi, proses pembuatan krupuk menjadi molor dan menghabiskan waktu, karena harus mengemas krupuk menggunakan lilin.
Tak hanya itu, untuk mengemas dengan lilin juga butuh keahlian khusus, terumata tahan terhadap panas. “Tak boleh ada kipas angin, karena kalau ada kipas angin kan nanti lilinya jadi padam.”
Dampak buruknya, dia tak mampu memenuhi permintaan pelanggan, karena produksi tersendat. Sehingga bagi pelanggan yang tak sabar maka mereka akan berhenti berlangganan dan beralih pasokan krupuk dari tempat lain.
“Tadinya kan, kami semua serba manual, ngepress pakai lilin, kemudian menggoreng juga pakai penggorengan yang kecil.” Setelah mendapat bantuan dari Dana Mustadhafin, semua langsung berubah menjadi “terang”. Dulu yang awalnya sulit untuk mengembangkan usaha, serba “gelap”, kini setelah ada suntikan modal dari Dana Mustadhafin semua jadi “terang”.
“Kalau bicara dulu kan serba gelap karena tidak ada pemicu kami untuk greget mengembangkan usaha.” “Yang awalnya pelanggan itu mungkin cuma 10, 20 warung, kami tingkatkan menjadi lebih dari itu.”
Sebelumnya, dia bercerita bahwa tak pernah terbesit dalam benaknya untuk menggunakan alat lain untuk mengepak krupuk selain menggunakan lilin. Kalaupun pernah mendengar ada mesin press, harganya juga cukup malah.
“Kami tak mampu membelinya, duit dari mana? Akhirnya kami pasrah saja dengan keadaan. Walhasil ya segitu-gitu aja akhirnya tak mungkin bisa meningkat dan berkembang.” Maka dengan adanya bantuan itu, Muhi mengatakan sangat berterima kasih kepada Dana Mustadhafin yang telah membuat usaha dan hidupnya menjadi lebih baik.
“Kami ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada Dana Mustadhafin yang telah berbaik hati, yang telah peduli untuk membantu orang seperti kami ini.”
Muhi berharap agar Dana Mustadhafin terus berkembang dan memberikan bantuan lebih banyak lagi kepada orang-orang lain yang membutuhkan agar bisa keluar dari kesulitan hidup yang dihadapinya, seperti yang dialami Muhi.
Comments