“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)
Mentalitas merasa diri paling hebat pada hakikatnya bersumber pada kebodohan. Menurut Profesor Taqi Misbah Yazdi dalam bukunya 21 Nasihat Abadi Penghalus Budi, apabila orang tua tidak berhati-hati dalam membimbing anak berkaitan dengan gharizah (kecendrungan) ini, kelak anak tersebut akan menghadapi banyak bahaya dan petaka dalam kehidupan.
Salah satu dimensi dari gharizah ini adalah seseorang akan memberikan nilai khusus (lebih) pada dirinya. Misal, ketika dia berbicara atau berbuat sesuatu, dia ingin ucapan dan perilakunya diterima oleh semua orang.
Pada tahap awal seseorang ingin diterima oleh ayah, ibu dan teman-teman seumurnya. Tahap berikutnya, dia ingin diterima oleh masyarakat luas. Keinginan untuk dicintai orang lain adalah perkara yang baik dan terpuji, serta merupakan sebuah keinginan yang bermuara pada fitrah insan.
Namun perlu juga disisipkan ke dalamnya unsur agama dan nalar agar dapat menjadi jalan tarbiah dan kesempurnaan bagi manusia. Unsur agama dan nalar akan mengajarkan kepada manusia bahwa ada sesuatu yang jauh lebih tinggi daripada sekadar diterima dan dicintai oleh orang, yaitu diterima dan dicintainya seseorang oleh Tuhan Sang Maha Pencipta. Inilah puncak usaha dan perjuangan manusia untuk mendapatkan penerimaan dan cinta Ilahi yang merupakan kesempurnaan tertinggi baginya.
“Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberikan pahala yang besar.” (QS. An-nisa: 114)
Seseorang yang berkeras hati dan bersikukuh pada jalan kelirunya, pada hakikatnya bersumber dari sifat bangga diri. Dia beranggapan apabila dirinya diketahui bersalah, maka kepribadiannya akan ternodai dan hancur. Oleh sebab itu agar tidak tercipta citra buruk dalam pemikiran orang lain tentang dirinya, dia berusaha dengan segala daya dan upaya untuk mempertahankan kesalahan perilaku atau ucapannya. Nah, di sini perlu kiranya sedikit kita mengetahui beberapa dampak negatif dari perilaku yang seperti ini.
Semisal ketika Anda sedang berbincang-bincang dengan beberapa teman dan Anda sedang menjelaskan makna dari sebuah kalimat dalam kitab, lalu ada seorang teman yang berkata, “Bukan seperti itu maknanya, akan tetapi makna yang benar adalah demikian...” Lalu Anda tidak mau kalah dan berkata, "Tidak, yang benar adalah apa yang tadi telah saya jelaskan.”
Nah, Anda mereaksi koreksi teman itu dengan segala cara untuk memaksakan pendapat, padahal Anda sudah menyadari bahwa pendapat Anda salah. Sifat ngotot tidak mau mengakui kesalahan inilah yang disebut dengan “lajajah” dalam bahasa Arab. Hal ini sering terjadi diri kita, sekalipun kita jarang menyadarinya. Adakalanya, sifat buruk ini akan mendatangkan berbagai dampak negatif yang sangat berbahaya.
Apabila sifat tersebut telah berubah menjadi karakter pada diri seseorang, tentu banyak sekali akibat buruk yang ditimbulkannya. Dia akan menyesatkan diri dan banyak orang sehingga kerusakan yang ditimbulkan akan sangat sulit untuk dibenahi. Mentalitas ini adalah mentalitas kanak-kanak yang terus dipelihara hingga masa dewasa, dan kelak ketika memasuki usia tua, di mana dia telah menjadi pemimpin sebuah perusahaan, dan kepala rumah tangga misalnya, maka sifat buruk ini akan tetap ada pada dirinya.
Baca juga: Tugas dan Tanggung Jawab Kemanusiaan
Baik kiranya, semasa masih remaja dan muda, sebelum terlambat dan sebelum mengakarnya sifat buruk ini di dalam diri, kita bebaskan diri dari sifat terlalu membanggakan dan mencintai diri sendiri. Apabila Anda menemukan pada diri Anda sedikit kecenderungan untuk mempertahankan kesalahan dan tidak sudi mengakuinya, ketahuilah bahwa Anda berada di jalan yang sangat berbahaya dan akan menggiring Anda pada akhir yang buruk dan menyedihkan.
Diriwayatkan dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud, Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.”
Ada seseorang yang bertanya: “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?”
Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“
Dana Mustadhafin
留言