top of page

15 Syakban, Hari Kelahiran Imam Mahdi al-Muntazar



Imam Muhammad al-Mahdi bin Hasan Askari as lahir di Samara pada akhir malam Jumat tanggal 15 Syakban 255 H. Di mana malam tersebut termasuk dari malam-malam yang penuh keberkahan yang dianjurkan untuk menghidupkannya dengan beribadah dan dianjurkan pula untuk berpuasa pada siang harinya. Anjuran tersebut bahkan berdasarkan juga dari hadis-hadis yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis Ahlusunah yang sahih, seperti Sunan lbn Majah dan Sunan Turmudzi. Terlebih lagi hadis-hadis yang diriwayatkan dari jalur Ahlulbait as.


Kisah kelahiran atau kabar mengenai akan lahirnya Imam Mahdi yang dijanjikan itu cukup banyak diriwayatkan ulama-ulama dengan sanad yang sahih seperti Abu Ja'far Thabari dan Fadhl bin Syadzan. Kabar mengenai kelahiran Imam Mahdi dinukil lebih dari 130 ulama dari berbagai mazhab. Di antara mereka, terdapat puluhan ahli sejarah, enam orang di antaranya hidup pada masa kegaiban singkat (ghaybat ash-shughra) atau masa kelahiran Imam Mahdi.



Adapun selebihnya hidup di berbagai masa hingga saat ini dalam sebuah rangkaian yang bersambung. Di antara mereka terdapat sejumlah besar ulama dan ahli sejarah yang terkenal, seperti Ibnu Khalkan, Ibnu Atsir, Abil Fida, Dzahabi, Ibnu Thulun ad-Damisyqi, lbnu Jauzi, Muhyiddin Ibnu Arabi, Khawarizmi, Baihaqi, Shafadi, Ya'fi, Qimmani, lbnu Hajar, dan al-Haitsami. Penetapan dan penukilan semacam ini tidak pemah terjadi pada kelahiran sebagian besar dari tokoh-tokoh sejarah Islam.


Dari berbagai riwayat yang mengisahkan kondisi kelahiran Imam Mahdi as, dapat disimpulkan bahwa ayah beliau, Imam Hasan Askari berusaha menyembunyikan dan menutup-nutupi kabar tersebut. Hal ini disebutkan bahwa Imam Hasan Askari meminta bibi beliau, Sayidah Hakimah binti Imam Jawad, untuk tetap tinggal di rumah beliau pada malam ke-15 dari bulan Sya ban. Beliau memberitahukan bibinya bahwa akan lahir putra beliau di rumah tersebut yang akan menjadi hujah Allah di muka bumi ini.


Bibi beliau bertanya pada Imam mengenai ibu dari bayi tersebut. Imam memberitahukan bahwa ibu bayi tersebut adalah Nargis. Seketika bibi beliau menjumpai istri Imam dan memeriksanya. Namun, ia tidak menemukan tanda-tanda kehamilan. Ia kembali pada Imam dan memberitahukan hal tersebut. Imam tersenyum dan menjelaskan pada bibinya bahwa kehamilan istrinya bagaikan kehamilan yang dialami ibu Nabi Musa as yang tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Tidak seorang pun tahu hal itu sampai tiba waktu melahirkan. Karena Firaun selalu mengintai putra-putra yang baru lahir di kalangan Bani Israil dan merasa takut akan kemunculan Nabi Musa as.



Begitu pun penguasa zalim Dinasti Abbasiyah, mereka merasa terancam dengan kelahiran Imam Mahdi. Hal ini disebabkan mereka mengetahui sejumlah riwayat yang mulia yang memberitahukan kelahiran dan kemunculan sang juru penyelamat yang akan membawa dunia dalam keadilan dan memerangi kaum zalim.


Banyak riwayat yang menjelaskan bahwa kelahiran al-Mahdi putra Imam Hasan Askari as akan terjadi dengan tersembunyi dan penuh kerahasiaan. Kerahasiaan tersebut dinisbatkan pada Allah Swt dan sebagian riwayat menggambarkan kerahasiaan tersebut dengan kerahasiaan yang terjadi pada kelahiran Nabi Musa as.


Riwayat tersebut menjelaskan alasan kerahasiaan itu adalah untuk menjaga al-Mahdi sehingga beliau mampu melaksanakan misinya. Syekh Shaduq dalam kitab Kamaluddin dan dalam kitab Kifayyat al­Atsar karya Khazaz disandarkan pada Imam Hasan bin Ali as berkata:


“Tidakkah kalian mengetahui bahwa tidak seorang pun dari kami hidup kecuali leher kami diancam untuk berbaiat pada penguasa zamannya kecuali al-Qaim (al-Mahdi) yang lsa putra Maryam salat di belakangnya. Sesungguhnya Allah Swt menyembunyikan kelahirannya dan menggaibkan dirinya agar tidak ada ancaman berbaiat pada lehernya saat muncul. Dia adalah keturunan yang ke-9 dari saudaraku Husain putra pemimpin para wanita [Fathimah as]. Allah memanjangkan umurnya pada masa kegaibannya. Kemudian Allah memunculkannya dengan kekuasaannyya...” (Kamaluddin, hal. 315; Kifayat al-Atsar, hal. 317)


Syekh Shaduq dari dua jalur dari Imam Ali as beliau berkata: “Sesungguhnya al-Qaim dari keluarga kami. Jika dia muncul tidak ada ancaman pada lehernya untuk berbaiat pada seorang pun. Oleh karena itu, kelahirannya dirahasiakan dan dirinya digaibkan.” (Kamaluddin, hal. 303)


Diriwayatkan dari Imam Husain as, beliau berkata: “Terjadi pada putra (generasi) kesembilan dari keturunanku peristiwa seperti Nabi Yusuf dan peristiwa Nabi Musa bin Imran, ia adalah al-Qaim dari Ahlulbait. Allah mengatur urusannya dalam satu malam saja.” (Kamaluddin, hal. 321)



Dalam kitab Al-Kafi, Kulaini meriwayatkan dengan sanadnya dari Imam Muhammad Baqir as dalam sebuah hadisnya, beliau berkata: “Perhatikanlah, seseorang yang kelahirannya disembunyikan dari pandagan mata manusia! Dialah pemimpin kalian. Sesungguhnya tidak seorang pun dari kami yang ditunjuk dengan jari dan disebut dengan lidah kecuali meninggal dengan kondisi diracun atau dibunuh.” (Kamaluddin, hal. 316)


Riwayat seperti di atas sangatlah banyak dan sebagian besar diriwayatkan dengan sanad yang sahih yang memberitakan dengan jelas [sebelum kelahiran Imam Mahdi as] kelahiran beliau yang tersembunyi. Seluruhnya menunjukkan kebenarannya dengan jelas kendati pada sebagian sanad dari sebagian riwayat terdapat sanad yang dhaif atau majhul (tidak dikenal) karena hal itu menyangkut sesuatu yang belum terjadi kemudian muncul kenyataan yang membenarkan berita yang disampaikan. Berita seperti ini tidak mungkin bersumber kecuali dari Zat Yang Mahagaib, perkara yang dibenarkan sumbernya dari sumber­sumber wahyu dan pemberitahuan dari Rasulullah saw.


Alasan itu pula yang mengharuskan dirahasiakannya kelahiran Nabi Musa as, yaitu menjaga bayi yang baru lahir dari penguasa yang zalim dan para pembantunya yang berusaha membunuh sang bayi. Pada gilirannya, upaya itu merupakan usaha menjaga kesempurnaan hujah Allah Swt pada hamba-hamba-Nya agar dapat memainkan perannya sebagai utusan Tuhan guna mengangkat Bani lsrail, memeluk agama ketauhidan dan menghadapi pemerintahan Firaun yang zalim.

Comments


bottom of page